Meneladani Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia
Oleh : Amira Fauzia Luberti, S.H.
Bela Negara merupakan bagian dari menumbuhkan semangat patriotisme dan cinta tanah air kepada seluruh warga negara Indonesia. Artinya bahwa bela negara menjadikan langkah dalam membangun nilai-nilai rela berkorban untuk Indonesia.
Sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, semangat bela negara sudah sangat melekat dan mendarah daging di jiwa rakyat Indonesia yang dengan sekuat tenaga berusaha mengusir para penjajah dan mengusahakan kemerdekaan bagi Indonesia. Bela Negara menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah panjang bangsa Indonesia.
Dimulai dari gagasan yang muncul dari golongan terpelajar yakni para mahasiswa sekolah dokter jawa di Batavia (STOVIA) yang diinisiasi Soetomo melalui sebuah rapat kecil hasil dari pemikiran Wahidin Soedirohusodo tentang organisasi yang mengusung tentang isu pendidikan dan kebudayaan di Hindia Belanda. Organisasi tersebut bernama Boedi Oetomo yang lahir tanggal 20 Mei 1908. Organisasi Boedi Oetomo menjadi organisasi nasional pertama yang kemudian dengan berjalannya waktu semakin berkembang, dan menjangkau banyak aspek penting yakni pendidikan, kebudayaan, sosial, ekonomi bahkan politik. Selain itu anggota dari organisasi Boedi Oetomo juga semakin banyak yang tidak hanya terfokus di tanah Jawa saja melainkan sampai daerah lain. Dengan berhasilnya organisasi Boedi Oetomo memunculkan ide-ide untuk membentuk organisasi pergerakan lain yang berbasis nasional. Sehingga tahun 1908 menjadi tonggak awal mulainya pergerakan nasional untuk menuju Indonesia merdeka dan di peringati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. (Winahyu Adha Yuniati, 2017)
Sama halnya dengan penetapan Hari Kebangkitan Nasional, tanggal 28 Oktober untuk pertama kalinya ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 yang dikeluarkan pada 16 Desember 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur. Penetapan ini didasarkan pada peristiwa bersejarah Kongres Pemuda II yang berlangsung pada 28 Oktober 1928 di Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat 106, Jakarta. Kongres Pemuda II sendiri merupakan kelanjutan dari Kongres Pemuda I yang digelar sebelumnya pada 2 Mei 1926 di Vrijmetselaarsloge (yang kini menjadi Gedung Kimia Farma) di Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Kongres ini dihadiri oleh berbagai organisasi pemuda dari wilayah Hindia Belanda, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Roekoen, Jong Bataks Bond, Jong Studieerenden, Boedi Oetomo, Indonesische Studieclub, serta Muhammadiyah. (Wahyono, 2018)
Sumpah Pemuda menunjukkan tekad para pemuda dari berbagai suku, daerah, dan latar belakang budaya untuk bersatu sebagai satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa: Indonesia. Ini adalah semangat yang melandasi terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan diikrarkannya satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, Sumpah Pemuda mempertegas identitas nasional Indonesia yang sebelumnya tercerai-berai oleh perbedaan etnis, budaya, dan bahasa. Sumpah Pemuda menjadi salah satu momentum penting yang mempercepat proses menuju kemerdekaan Indonesia. Kesadaran kolektif yang lahir dari Sumpah Pemuda menyatukan kekuatan pemuda untuk memperjuangkan kemerdekaan secara terorganisir dan terarah.
Momen menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dimulai dengan kekalahan Jepang dari Tentara Sekutu. Setelah kabar kekalahan Jepang tersebar, pada tanggal 14 Agustus 1945 pukul 14.00, Sutan Sjahrir yang saat itu sedang menanti kedatangan Bung Hatta di rumahnya, mengemukakan pandangannya bahwa sebaiknya Bung Karno sendiri yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia atas nama seluruh rakyat melalui siaran radio. Namun dalam mengumandangan kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari banyak perdebatan dan perbedaan pandangan tentang waktu terlaksananya proklamasi, yakni terjadi perbedaan pendapat antara golongan tua (Soekarno, Hatta, Radjiman Wedyodiningrat, dkk ) dan golongan muda (Sutan Sjahrir, Chairul Saleh, Wikana, dkk). Golongan tua berpendapat bahwa menginginkan proklamasi dilakukan melalui prosedur dan musyawarah dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia), berhati-hati dan menunggu kejelasan dari pihak Jepang karena mereka sebelumnya menjanjikan kemerdekaan serta menghindari konflik atau konfrontasi langsung dengan Jepang. Sedangkan golongan muda berpendapat agar kemerdekaan segera diproklamasikan, tanpa campur tangan atau pengaruh Jepang, menganggap Jepang sudah kalah, jadi tidak perlu menunggu sidang PPKI yang dianggap bentukan Jepang, Ingin kemerdekaan benar-benar murni dari rakyat, bukan "pemberian" Jepang. Sehingga puncak dari perbedaan tersebut yakni momen penculikan rengasdengklok.
Demi kebaikan bangsa Indonesia dan percepatan proklamasi kemerdekaan Indonesia, persatuan golongan muda dan tua terjadi karena adanya kepentingan nasional yang lebih besar kemerdekaan Indonesia. Perbedaan strategi tidak menghalangi mereka untuk bersatu demi mewujudkan cita-cita bersama.
Perjuangan para pendiri bangsa memiliki arti yang sangat penting bagi generasi masa kini. Mereka telah mengorbankan jiwa, raga, dan bahkan nyawa demi memperjuangkan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia. Tanpa perjuangan mereka, mustahil generasi sekarang bisa menikmati kehidupan dalam negara yang merdeka, berdaulat, dan bebas menentukan masa depannya sendiri.
Bagi generasi sekarang, perjuangan pahlawan menjadi sumber inspirasi dan motivasi. Semangat pantang menyerah, keberanian, dan cinta tanah air yang ditunjukkan oleh para pahlawan harus dijadikan teladan dalam menghadapi tantangan zaman. Meskipun bentuk perjuangan kini berbeda, semangatnya tetap harus sama. Jika dulu para pahlawan berjuang melawan penjajah, kini generasi muda berjuang melawan kebodohan, kemiskinan, korupsi, intoleransi, dan berbagai ancaman lainnya terhadap keutuhan bangsa.
Perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia merupakan warisan yang sangat berharga bagi generasi sekarang. Mereka telah menunjukkan keberanian, pengorbanan, dan semangat juang yang luar biasa demi mewujudkan Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Bagi generasi masa kini, perjuangan tersebut tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga menjadi pangkal semangat bela negara yang harus terus dijaga dan diteruskan.
Bela negara bukan hanya dilakukan dengan senjata di medan perang, tetapi juga melalui berbagai cara yang sesuai dengan tantangan zaman. Generasi sekarang dapat menunjukkan sikap bela negara dengan cara berdisiplin, belajar dengan sungguh-sungguh, bekerja keras, menjaga persatuan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Semangat ini merupakan cerminan dari nilai-nilai perjuangan para pahlawan yang harus tetap hidup dalam kehidupan sehari-hari.
Menghargai perjuangan pahlawan juga berarti memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga keutuhan bangsa dari berbagai ancaman, baik dari luar maupun dari dalam negeri. Ancaman tersebut tidak lagi berbentuk penjajahan fisik, melainkan bisa berupa radikalisme, perpecahan, penyebaran hoaks, dan lunturnya nilai-nilai kebangsaan. Oleh karena itu, generasi muda perlu memiliki kesadaran bela negara agar tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa.